Image of KAEDAH KESHAHIHAN HADIS PERSPEKTIF MUHAMMAD AL- GHAZALI DALAM KITAB AL- SUNNAH AL- NABIWIYYAH BAINA AHL AL- FIQH WA AHL AL- HADISTS

KAEDAH KESHAHIHAN HADIS PERSPEKTIF MUHAMMAD AL- GHAZALI DALAM KITAB AL- SUNNAH AL- NABIWIYYAH BAINA AHL AL- FIQH WA AHL AL- HADISTS



ABSTRAK


Tersusunnya ilmu riwayah dan dirayah dalam khazanah studi hadis merupakan satu pedoman ilmiah yang bertujuan untuk memastikan, menduga, meragukan bahkan menolak sama sekali riwayat yang disandarkan kepada nabi. Pedoman itu diperlukan, karena menisbahkan riwayat kepada Nabi Saw.Tanpa dasar yang kuat adalah ditolak dan mendapat ancaman berupa azab yang pedih kelak di akhirat. Untuk membuktikanbahwa segala riwayah yang dinisbahkan kepada nabi itu maqbûl (diterima) atau mardûd (ditolak), muncullah konsep-konsep yang berkaitan dengannya, seperti sahih, hasan, dan dlaif .ulama hadis sepakat bahwa riwayat yang shahih dan hasan adalah “maqbul” dan riwayat yang dla’îf adalah “mardud”. Untuk mensosialisasikan konsep-konsep tersebut ulama menentukan kaedah-kaedahnya.Dalam menentukan kaedah tersebut antara ulama yang satu dengan yang lainnya meskipun secara umum ada persamaan, namun, tampaknya ada juga nuansa perbedaan.Nuansa perbedaan ulama tampak dalam menentukan persyaratan minor dari syarat-syarat diterimanya sebuah hadis yang meliputi al-ittishâl al-sanad, ‘adalah, dlabith, syâdz dan ‘‘illah.
Skripsi ini berupaya untuk mengetahui beberapa hal yang terkait dengan syarat diterimanya (maqbûl) sebuah hadis atau kaedah keshahihannya.Akan tetapi, penelitian ini secara khusus berupaya untuk mengungkap pendapat Muhammad al-Ghazali tentang syarat atau kaedah keshahihan hadis. Adapun yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah Apa standar kaedah keshahihan hadis menurut Muhammad al-Ghazali dalam karyanya al-Sunnah al-Nabawiyyah Baina Ahl al-Fiqh wa Ahlal-Hadîts? Bagaimana al-ittishâl al-sanad menurut Muhammad al-Ghazali dalam kaitannya sebagai kriteria keshahihan hadis?
Skripsi ini bersifat kepustakaan. Sumber primernya diambil dari kitab al-Sunnah al-Nabawiyyah Baina Ahl al-Fiqh wa Ahlal-Hadîts, kitab al-Syaikh Muhammad al-Ghazali Kama ‘Araftuhu, dan Gejolak Pemikiran Muhammad al-Ghazali. Sementara itu, sumber sekundernya diambil dari berbagai kitab, buku, jurnal, dan makalah ilmiah yang membahas tentang keshahihan hadis yang relevan dengan masalah penelitian ini.Adapun pendekatan yang digunakan adalah deskriptif analisis.
Hasil dari penelitian ini diantaranya :Pertama, Standar kaedah keshahihan hadis atau syarat diterimanya suatu hadis menurut Muhammad al-Ghazali ada lima, tiga terkait dengan sanad dan dua terkait dengan matan. Meliputi bagian dari sanad ialahdlâbith, ‘adil, dan kedua sifat tersebut (butir satu dan dua) harus dimiliki oleh masing-masing perawi dalam seluruh rangkaian para perawi suatu hadis. jika hal itu tidak terpenuhi pada seorang diri saja dari mereka, maka hadis tersebut tidak dianggap mencapai derajat sahih. Sedangkan yang terkait dengan matan yaitu, tidak bersifat syâdz dan bersih dari ‘illah qâdihahDalam kaitannya dengan standar keshahihan matan Muhammad al-Ghazali tidak hanya menjadikan terhindar dari kejanggalan dan kecacatan sebagai kriteria kesahihan hadis, namun ia menambahkan unsur lain yang harus dipenuhi oleh matan hadis antara lain, matan hadis tidak bertentangan dengan al Quran, tidak bertentangan dengan rasio, dan tidak bertentangan dengan fakta sejarah. Kedua, terkait dengan ketersambungan sanad (al-ittishâl al-sanad), Muhammad al-Ghazali tidak menyebutkan secara tegas (tersurat) dalam kaedah keshahihan hadis yang ia ajukan. Namun demikian bukan berarti ia menolak keberadaan al-ittishâl al-sanad sebagai bagian dari kaedah autetisitas hadis. karena pada prinsipnya ia menyebutkan kaedah tersebut pada poin ketiga, namun dengan menggunakan istilah yang berbeda sebagaimana telah disebutkan di atas.
ABSTRACT

Establishment of science riwayah and dirayah literatures hadith study is a scientific guidelines that aim to ensure, suspect, dubious or even deny the history that is anchored in the prophet. Guidance was needed, because the history attributed to the Prophet Saw.Tanpa strong base is rejected and received threats in the form of a painful punishment in the Hereafter. To membuktikan bahwa all riwayah attributed to the prophet Maqbool (accepted) or mardûd (rejected), came the concepts related to it, such as legal, hasan, and dlaif .ulama traditions agree that the history that is authentic and hasan is "maqbul" and history which dla'îf is "mardud". To disseminate these concepts cleric adjust the rules-kaedahnya.Dalam adjust the rules among scholars to one another although in general there are similarities, however, there seems to be also the feel perbedaan.Nuansa difference scholars seem minor in determining the requirements of the terms of acceptance a tradition that includes al-ittishal al-sanad, 'is, dlabith, syâdz and' gods.
This thesis seeks to know some of the things associated with a condition of receipt of (Maqbool) a hadith or kaedah keshahihannya.Akan However, this study specifically seeks to uncover the opinion of Muhammad al-Ghazali about the terms or kaedah keshahihan traditions. As for the subject matter of this research is a standard kaedah What keshahihan hadith by Muhammad al-Ghazali in his al-Sunnah al-Nabawiyya Baina-Fiqh wa Ahl al-Hadith Ahlal? How al-ittishal al-sanad according to Mohammed al-Ghazali as a criterion in relation keshahihan tradition? This thesis is literature.
The primary source is taken from the book of al-Sunnah al-Nabawiyya Baina Ahl al-Fiqh wa Ahlal-Hadith, the book of al-Shaykh Muhammad al-Ghazali Kama 'Araftuhu, and volatility Thought Muhammad al-Ghazali. Meanwhile, the secondary source is taken from various books, books, journals, and scientific papers that discuss keshahihan traditions relevant to the research problem ini.Adapun approach used is descriptive analysis.
The results of this study are: First, Standard kaedah keshahihan tradition or condition receipt of a hadith by Muhammad al-Ghazali there are five, three and two associated with the chain of transmission associated with honor. Covering part of sanad ialahdlâbith, 'fair, and both these properties (rounds one and two) must be owned by each of the narrators in the entire chain of narrators of a hadith. if it is not met in all alone of them, then the tradition is not considered to reach degrees valid. While associated with the honor that is, there is syâdz and clean of 'god qâdihahDalam conjunction with standards keshahihan honor Muhammad al-Ghazali sought not just to avoid irregularities and disability as a criterion validity of hadith, but it adds another element that must be met by matan hadith between another, matan hadith does not conflict with the Koran, not contrary to reason, and not contrary to the historical facts. Second, related to the interconnectedness sanad (al-ittishal al-sanad), Muhammad al-Ghazali does not mention explicitly (explicitly) in the hadith keshahihan kaedah he proposed. However, that does not mean he rejects the existence of al-ittishal al-sanad as part of kaedah autetisitas traditions. because in principle he mentions the kaedah on the third point, but by using different terms as already mentioned above.


Ketersediaan

SK201620010.12X1 ZUL k c.1PERPUSTAKAAN FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAHTersedia

Informasi Detil

Judul Seri
-
No. Panggil
2X1 ZUL k
Penerbit Fakultas Ushuluddin dan Dakwah : Surakarta.,
Deskripsi Fisik
163 hlm., 18 cm.
Bahasa
Bahasa Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
2X1
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
-
Subyek
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab

Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain


Lampiran Berkas



Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaXML DetailCite this